Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Thursday 18 February 2016

ANALISIS TASHBIH DAN MAJAZ DALAM AL-QUR’AN JUZ PERTAMA



A.    QS, al-Fatihah: 6-7

 
Artinya: Tunjukilah kami kejalan yang lurus, (yaitu) Jalannya orang-orang yang telah engkau anugerahkan nikmat kepada mereka.

Penjelasan:
Pada ayat الدىن diserupakan dengan “jalan yanglurus”. Lafal penyerupaan pada ayat tersebut tidak ditampilkan secara eksplisit (tersurat) yang seandainya ditampakkan akan terbaca:
الدىن  كاالصر لط المستقيم
“agama itu laksana jalan yang lurus”. Dikatakan Tashriqiyah, “jelas” karena hal tersebut sudah dapat dipahami secara jelas dalam percakapan.[1] Dengan kata lain ayat ini mengandung Majaz Isti’arah atau majaz yang tidak mewujudkan unsur Musyabbah. Qarinah dari lafad adalah bahwa Allah SWT tidak akan mungkin menunjukkan    الصراط ‘jalan’secara indrawi  berupa jalan secara indrawi berupa jalan yang dilalui oleh setaapak kaki manusia. Karena itu, yang dimaksud tentunya  petunjuk menuju agama yang lurus dan benar.
B.     QS, al-Baqarah: 07
Artinya: Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang Amat berat.
Penjelasan:
Mengandung majaz Isti’arah Makniyah, Musabbah: Quluubihim, ‘Alaqah atau hubungan antara makna yang sesungguhnya dengan majaz pada ayat diatas adalah Khotama (mengunci). Lafad tersebut dimaknai sebagai tidak mendapatkan hidayah Allah. Qorinah atau lafat yang mencegah mufassir tidak boleh memaknai ke makna yang ashli Quluubihim wa’Alaa Abshorihim.
Maksud dari mereka yang disebut sebelum ayat ini hatinya akan ditutup dan tidak akan bisa menerima atau membaca tanda-tanda kebesaran yang telah diciptakan oleh Allah SWT.
Kata Khatama biasa digunakan untuk menyatakan kegiatan menutup rapat sehingga sesuatu  tidak dapat masuk atau keluar. Hamka menjelaskan klausa Khatma Allahu ‘ala qulubihim wa’ala abshoorihim dengan mengibaratkannya sebagai rumah yang disegel maka dalam pengkhiasan tersebut tidak perlu dikemukakan perbandingannya, sehingga tidak terbatas pada objek tertentu.[2]
C.    QS. al-Baqarah 16
16. Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.
Didalamayat ke-16 dikemukakan bahwa mereka membeli kesesatan dengan bimbingan, . Ayat itu merupakan kiasan dari sikap orang munafik yang meninggalkan bimbingan yang terdapat dalam kitab sucinya demi mengikuti hawa nafsunya. Dalam ayat tersebut kata isytaraw tidak merujuk kepada kegiatan jual beli ataupun barter dalam arti sebenarnya. Menurut al-Qurtubi, kata tersebut merujuk pada kegiatan mencintai sesuatu dari lainnya, karena pembelian pada dasarnya dilakukan terhadap barang yang dicintai. Dapat juga dikatakan istaraw merupakan lambang kias yang merujuk pada kegiatan mengutamakan sesuatu dengan megorbankan lainnya.
Ayat diats tidak mengemukakan hal yang dibandingkan, yaitu orang yang mengutamakan kekafiran dengan mengorbankan keimanan. Penutur langsung mengemukakan bahwa  mereka adalahh orang yang membeli kesesatan dengan bimbingan. Dengan demikian metafora yang digunakan pada ayat tersebut adalah Istingarah tashiqiyyah.
D.    yQS, al-Baqarah: 18
  
Artinya: (Mereka Itu) Tuli, bisu, buta,sedang mereka tiada kembali
Musyabbah dalam ayat tersebut dibuang, yakni kembali kepada orang-orang munfik sebagaimana telah disebutkan pada ayat sebelumnya. Andaikata ditampakkan semua, maka susunannya adalah
هم كا صم كا بكم كا عمى فهم لا يرجعون
Sehingga dari pernyataan diatas dapat digaris bawahi bahwasannya ayat tersebut dinamakan Tashbih Muakad.
Mereka tidak  memanfaatkan potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya sehingga mereka tuli tidak mendengar petunjuk, bisu tidak bisa mengucap kalimat haq dan buta tidak bisa melihat tanda-tanda kebesaran Allah SWT untuk digunakan memperoleh petunjuk (mata, telinga, lidah, hati) telah lumpuh, sehingga pada akhirnya mereka tidak dapat kembali insyaf dan menyadari kesesatan mereka. Bagaimana mereka dapat insyaf kalau alat-alat untuk memahami dan menyadari sesuatu yang lumpuh.[3]
E.     QS, al-Baqarah: 65
 
Artinya: Dan Sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina".
Penjelasan:
Ayat tersebut mengandung Tasbih Baligh karena langsung menukik tidak ada adat) kamu (manusia) : Musabbah, Kera: Musabbahbih
Hari sabtu adalah hari yang ditetapkan Allah bagi orang-orang Yahudi. Sesuai usulmereka sebagai ibadah yang bebas dari aktifitas duniawi. Mereka dilarang mengail ikan pada hari itu. Tetapi sebagian dari mereka melanggar dengan cara yang licik. Mereka tidak mengail tetapi membendung ikan dengan menggali kolam sehingga air bersama ikan masuk ke kolam itu. Peristiwa ini menurut sementara mufassir terjadi di salah satu desa kota Aylah yang kini yang kini dikenal dengan teluk Aqabah kemudian setelah hari sabtu berlalu mereka mengailnya. Allah murka terhadap mereka. Allah murka terhadap mereka, Maka Allah berfirman  Jadilah engkau kera yang hina dan terkutuk”. Perintah itu bukan perintah (تسخير) Taskhir yakni perintah yang menghasilkan terjadinya sesuatu. Anda ingat firman-Nya “sesungguhnya perintah-Nya apabila dia menghendakki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘jadilah! Maka jadilah’”
F.     QS, al-Baqarah: 74
Artinnya: Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.

Penjelasan:
Ayat yang dicetak tebal diatas mengandung Tashbih , Musabbah :قلوبكم ,  Musabbahbih, حجارة Adat: كا, Wajhu Sabbih: sulit menerima kebenaran atau nasihat, termasuk majaz Tashrikhiyah karena ayat mengandung Musabbah yakni Quluubukum yang diserupakan Khijaroh (batu). Sedangkan ayat yang bergaris bawah mengandung Majaz Tamsil yakni persamaan yang terdiri dari rentetan sifat atau beberapa sifat atau rentetan suatu peristiwa. Ayat yang bergaris bawah bermakna  jenis-jenis hati yang diserupakan batu dimana setiap hati walaupun keras masih bisa terpecah dengan adanya air. Air dalam arti lain yakni hidayah atau petunjuk Allah.
Sebenarnya kekerasan hati mereka telah menjad jauh sebelm ini. karena ini, kata (ثم) Tsummma/ kemudian disini dipahami banyak ulama bukan dalam arti dalam waktu yang lama. Tetapi ia gunakan untuk meunjukkan bahwa kekerasan hati seharusnya telah sirna setelah peristiwa penghidupan kembali  si terbunuh melalui penyembelahan sapi itu. “sungguh sangat jauh bagi orang-orang yang berakal untuk bersikap keras kepada setelah melihat tanda-tanda kebesaran Allah itu,” demikian tulis asy-Shihap al-Khaffaji sebagaimana  di kutip oleh jamal.[4]
Tetapi orang-orang Yahudi tidak demikian. Hati mereka lebih membatu dan pikiran mereka semakin keraas. Ada diantara manusia yang taat, yang menilainya “Bahkan lebih keraas batu”. Demikian ibarat keadaan hati mereka yang menolak kebenaran. Tidak sedikitpun celah dihati merekaa yang dapat dijadikan pintu masuk hidayah, tidak juga ada celah untuk keluarnya rahmat kasih sayang yang dianugerahkan Allah melalui naluri manusia. berbeda dengan batu yang walau keras dan padat, ada diantaranya yang memiliki celah sehingga air dapat keluar dari celaahnya. Bahkan ada yang demikian besar celahnya sehingga air mengalir disekelilingnya memancar keluar dengan deras. Bukankah “ada batu yang mengalir kesungai-sungai darinya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air darinya”.[5]
G.    QS, al-Baqarah: 101
Artinya: dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (Kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah)
Penjelasan:
1. Tashbih
a.       Musabbah             : Orang-orang yang diberi kitab
b.      Musabbah bih       : Orang yang tidak mengetahui
c.       Adat                     :  Kaf
d.      Wajhu Sabah        : mujmal (wajhu sabah tidak ditemukan)
2. Mengandung Majaz,
a.       ‘Alaqah: melemparkan bermakna sebgai penghinaan, meremehkan. ‘alaqahnya Musabahah alasan meleparkan dalam arti sesungguhnya adalah bentuk peremehan terhadap kitab Suci yang telah diberikan kepada umat yahudi.
b.      Qarinah: tersirat. Melempar ke belakang punggung merupakan bentuk penegasan terhadap penghinaan terhadap kitab suci
Firman-Nya: (  ظهوهم وراء ) wara’a dzuhuurihim/ke belakang punggung mereka, dalam hal ini melemparkan sesuatu, bisa kedepan, dan juga bisa ke-belakang. Jika ke-depan, bisa jadi si pelempar masih melihatnya, sehingga terfikir untuk mengambil kembali, dan mengambilnya pun tidak sesulit dari yang melempar ke belakang. Bila dilempar ke belakang, maka ia ditinggal dan tidak terlihat lagi.[6] Mereka yang dimaksud adalah Orang-orang Yahudi yang telah mempunyai keburukan dan kedurhakaan terhadap kitab Allah SWT.
H.    QS, al-Baqarah: 138
Artinya: Shibghah Allah. dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyembah.

Penjelasan:
Lafadz “Shibghot Allah” lafadz yang menghilangkan unsur Isti’arah Tashriqiyah yang apabila lafadznya tertulislengkap maka akan membentuk lafadz seperti berikut: كا صبغ الله الدين  “Agama seperti celupan Allah”. Sibghah Allah maknanya adalah celupan Allah yang makna sebenarnya adalah agama Allah itu murni dan tidak ada yang  perlu diragukan.
Siapakah yang lebih baik sibghohnya dari pada Allah? Tidak satupun! Celupan-Nya lah yang terbaik! Ada juga yang berpendapat bahwa yang dicelup Allah adalah ummat manusia seluruhnya. Manusia dicelupnya sengan sesuatu yang dicelupnya dengan sesuatu yang melekat pada diri masing-masing, yaitu keyakinantentang wujud dan keesaan Allah SWT.semua manusia memlikinya “setiap yang lahir, lahir aats Fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikan Yahudi atau Nashrani dan menjadikan ia Majusi atau Nashrani” (HR. Bukharian Muslim dan lain-lain).[7]


[1] Agus Tricahyono, Metafora dalam al-Qur’an (Melacak Ayat-ayat Metaforis dalam al-Qur’an), (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2009), h. 50
[2] Ibid. h.79
[3] Ibid,. h. 117
[4] M. Quraish Shihab,Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002 ), Cet IX, h.233
[5] Ibid., h.233
[6] M. Quraish Shihab,Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002 ), Cet IX, h.277
[7] Ibid,.  h.339

Ilmu Da’wah

     
Dosen Pengampu :
H. Abdul Ghofur Noer, M.M



Pengertian Ilmu Da’wah
Dakwah merupakan suatu Ajakan seseorang kepada seseorang yang lain agar mengikuti aturan ajaran Islam yang benar. Sayyid Qutb mendefinisikan Dakwah yakni mengajak atau menyeru orang lain agar menjadi sabilillah. Dakwah merupakan suatu aktifitas Islami atau melaksanakan perintah Allah SWT yakni menyerukan kebaikan. Referensi yang tidak boleh untuk dihapus oleh seorang pendakwah yakni al-Qur’an dan Hadits dan sumbe hukum islam lainnya seperti Ijma’ dan Qiyas.
Dakwah dan ilmu dakwah adalah dua perkara yang berbeda tetapi saling berkaitan. Dakwah merupakan pesan-pesan yang ditujukan Mad’u . sedangkan ilmu dakwah merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh para da’i agar sesuatu yang disyiarkan bisa diterima dengan baik oleh Mad’u. Sebuah ilmu/teori sangat penting, karena mencakup langkah-langkah yang harus dilakukan ketika disuatu lapangan.
Tujuan dari dakwah yakni Amar Ma’ruf Nahi Mungkar ini berdasarkan dalil al-Qur’an surah Ali Imron, ayat 104:
  
“Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, Maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Dalam berda’wah perlu diperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam dakwah itu sendiri. Unsur-unsur atau komponen-komponen dakwah itu sendiri antara lain:
1.      Da’i, adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan maupun tulisan ataupun perbuatan dan baik secara individu maupun kelompok.
2.      Mad’u, adalah sasaran da’i atau yang menerima pesan baik secara individu, kelompok, baik yang beragama islam ataupun tidak.
3.      Maudhu’ adalah pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada Mad’u
4.      Washilah, atau media dakwah atau alat-alat yang dipakai untuk menyampaikan ajaran islam baik berupa media lisan, tulisan,lukisan, audio visual, dan akhlak
5.      Ushlub (metode dakwah) adalah cara-cara yang digunakan da’i untuk menyampaikan pesan dakwah atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan dakwah. Jenis metode-metode dakwah yakni:
a.      Hikmah, yakni berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah  dengan menitik beratkan pada kemapuan Mad’u
b.      Mau’idhoh Hasanah, berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyaampaikan ajaran islam dengan rasa kasih sayang.
c.       Mujadalah, berdakwah dengan cara bertukar fikiran dan membantah dengan cara sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan dan tidak pula menjelekkan mad’u
6.      Efek dakwah, yakni Reaksi Mad’u terhadap pesan—pesan yang disampaikan oleh dai. Efek itu beraneka ragam, yakni:
a.       Efek Kognitif, efek yang terjadi jika ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dan persepsi oleh khalayak, misalnya transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan atau informasi.
b.      Efek Afektif, efek yang timbul jika ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi,  atau dibenci khalayak. 
c.       Efek Behavioral, yakni efek yang merujuk pada perilaku nyata yang dapat diaamati yang meliputi pola-pola tindakn, kegiatan, atau kebiasaan tindakan berperilaku.
Rasulullah sudah melakukan dakwah sesui dengan konteks zaman pada saat itu. Rasulullah berdakwah dengan sembunyi-sembunyi hingga terang-terangan. Cara berdakwah Rasullah harus diperluas. Oleh karena itu muncul istilah ilmu dakwah untuk merumuskan teori atau ilmu dakwah pada era kontemporer.
Ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari proses penyampain ajaran islam kepada umat. Ilmu dakwah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala penyampaian agama dan proses keagamaan dalam seginya.[1] Toha Yahya Omar mendefinisikan ilmu dakwah secara umum adalah suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara atau tuntutan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ide/gagasan, pendapat atau pekerjaan tertentu.[2]
Amrullah Achmad  memberikan pengertian ilmu dakwah adalah suatu  ilmu yang berasal dari Allah yang dikembangkan umat islam dalam susunan yang sistematis  dan terorganisir mengenai manhaj melaksanakan kewajiban dakwah bertujuan berikhtiar mewujudkan Khairul Ummat (Umat Terbaik).[3] Dapat dibandingkan dan disimpulkan bahwa ilmu dakwah merupakan teori yang tersusun rapi yang apabila pendengar menerima pesan dapat diterima secara utuh.
Kajian ilmu dakwah berkembang secara signifikan pada perguruan-perguruab tinggi, misalnya Indonesia. Perguruan tinggi di sana membuka Fakultas Dakwah yang pertama yakni tahun 70-han. Suisyanto menyampaikan kritikannya bahwa pada saat itu proses transfer ilmu pengetahuannya masih menggunakan refrensi-refrensi yang berorientasi pada aspek normatif dan semata-mata dakwah bukan pada Ilmu Da’wah.
Pertanyaan yang muncul yakni bagaimana epistemologi, ontologi, dan aksiologi dari ilmu dakwah itu sendiri. Tentunya soal tersebut bisa terjawab. Menurut Suisyanto dalam buku Pengantar Filsafat Dakwah menerangkan Epistimologi dakwa adalah usaha untuk menelaah masalah-masalah objektifitas, metodologi, sumber, serta validitas pengeahuan secara mendalam dengan menggunakan dakwah sebagai subjek bahasan (titik tolak berfikir). (halaman 69)
Pengetahuan dakwah merupakan hasil tahu manusia (muslim) tentang dakwah melalui proses penyelidikan (penelitian) dari sumber-sumber yang ada. Sumber pengetahuan dakwah berasal dari pengetahuan wahyu Tuhan (al-Qur’an dan Hadits) dan pengetahuan yang berbasiss empiris. Pengalaman empiris yang dapat diperoleh melalui pengamatan dan penelitian terhadap fenomena fenomena seputar masyarakat. Suisyanto menambahkan sumber pengetahuan yakni sumber teoritis. Yakni hasil karya penulis yang secara khusus mengkaji dakwah.
Berbicara mngenai ontologi dakwah, ada tiga hal mendasar yang harus dilihat secara cermat, yakni:
1.      Manusia sebagi pelaku dan penerima dakwah
2.      Islam mengandung pesan dakwah yang disampaikan kepada manusia
3.      Hidayah sebagai faktor X (sesuatu yang diluar rekayasa manusia).[4]
Sedangkan aksiologi dari ilmu dakwah terfokus pada manfaat ilmu Dakwah.
B.       Tujuan llmu Da’wah
Tujuan dakwah dan ilmu dakwah ada perbedaan. Jika tujuan dakwah, berupaya untuk merubah pemahaman, sikap, dan perilaku mad’u ke arah yang sesuai dengan pesan dakwah dalam rangka memperoleh ridho Allah. Sementara itu tujuan ilmu dakwah yakni berupaya untuk menemukan kejelasan empiris rasional, dan teologis ideal tentang proses dakwah sebagai fenomena keilmuan.
Selain itu Ilmu dakwah bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada umat tentang dasar-dasar teoritik dan prinsip-prinsip penyuluhan islam, teori-teori penyuluhan islam,memberikan bekal ketrampilan, disamping memberikan bekal tentang kode etik yang harus dipatuhi oleh setiap pelaku penyuluhan islam yang profesional, memberikan wawasan yang komprehensif, dan integratif mengenai ketrampilan membuat keputusan, menyusun perencanaan serta memilih cara alat (media) untuk aktifitas penyuluhan .
Ilmu dakwah terlihat sangat berkembang pada Perguruan tinggi khususnya Perguruan Tinggi Islam. Itu ditandai dengan adanya kurikulum tersendiri tentang dakwah. Bahkan, ada Fakultas atau jurusan yang berbasis Dakwah. Hal ini bertujuan untuk menyiapkan sumber daiyang profesional melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi dakwah islam. Perguruan tinggi ingin mencetak kader-kader Dakwah yang Inovatif, semangat menegakkan keadilan dan kebenaran, dan semangat berkarya yang bernilai guna.
C.      Objek Kajian IlmuDa’wah
Rumusan hakikat dakwah yang bersumber pada al-Qur’an sebagai kitab Dakwah, Sunah Rasul sebagai contoh realisasi atas apa yang diperintahkan dalam al-Qur’an, dan ijtihad sebagai kontektualisasi penyelesaian dan solusi atas masalah keumatan.
Dakwah menurut al-Qur’an surah al-Nahl (16);125 yakni:
425. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dari ayat tersebut dapat dirumuskan sebagai kewajiban muslim mukallaf mengajak, menyeru, dan memanggil orang berakal kejalan Tuhan (Dien Islam) denngan cara hikmah, mauizah hasanah, dan mujadalah yang ahsan, dengan respon positif atau negatif dari orang berakal yang diajak, diseru, dipanggil disepanjang zaman dan disetiap ruang.
Hakikat dakwah tersebut merupakan perilaku keilmuan muslim yang melibatkan unsur da’i, pesan, media, metode, mad’u, dan respons. Interaksi antar unsur ini dalam semua tataran wujudiyah adalah objek formal kajian ilmu dakwah dan tori tentang objek formal dan material (perilaku muslim) menjadi substansi ilmu dakwah. Dari sisi objek materialnya, dakwah islam bersentuhan dengan kajian ilmu keislaman dakwah islam bersentuhan dengan kajian ilmu keislaman selain dakwah dan ilmu tentang perilaku manusia. Dengan demikian, ilmu dakwah berkarakter interdisipliner. (penjelasan)
Dakwah menurut al-Qur’an surat Fushshilat (41):33,

33. Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?"
Dari ayat diatas dirumuskan bahwa sebagai kewajiban menyeru, mengajak dan memanggil manusia mengesakan Allah (tauhidullah) melalui ahsan qawl, ‘amal shalih, dan pernyataan ketundukan kepada Allah. Hakikat dakwah ini menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk utama dalam proses mendakwahkan islam, yaitu:
1.      Ahsan Qawl (perkataan yang  baik)
2.      Amal shalih (ahsan ‘amal)
3.      Qala inani min al-muslimin (keterpaduan bentuk ahsan qawl  dan ahsan ‘amal, atau gerakan percontohan yang baik).
Interaksi antara da’i dengan mad’u ketika menyampaikan pesan dakwah melalui bentuk utama dakwah sebagaimana yang diisyaratkan al-Qur’an surat al-Fushshilat (41);33, secara kuantitatif membentuk variasi konteks dakwah yang dapat diformulasikan dengan “term”, yakni:
1.      Dakwah Nafsiyah: Da’i dan Mad’unya adalah diri sendiri.
2.      Da’wah Fardhiyah: Da’wah yang sasarannya hanya satu orang, bisa langsung tatap muka ataupun melalui media lain seperti Hp, Internet, atau media-media yang ada.
3.      Da’wah Fi’ah qalilah: Dakwah yang hanya ada satu da’i terhadap mad’u kelompok kecil yang biasanya terdiri dari tiga sampai dua puluh orang. Berlangsung dengan tatap muka dan dialogis.
4.      Dakwah Hizbiyah: Da’innya hanya seorang, tetapi Mad’unya adalah kelompok yang sudahterorganisir.
5.      Dakwah Ummah: seorang Dai tidak bertatap muka dan monologius terhadap media cetak maupun elektronik, atau tatap muka tetapi monologis seperti ceramah umum atau Khutbah
6.      Da’wah Qobailiyah: da’i dan mad’u yang berbeda suku dan budaya dalam suatu kesatuan bangsa yang dapat berlangsung dalam konteks yang sudaah disebutkan (1,2,3,4,5)[5]

BAB III
KESIMPULAN
Ilmu dakwah adalah suatu ilmu atau teori untuk memperkaya ragam cara berdakwah di perkembangan zaman agar pesan-pesan yang disampaikan  bisa diterima.   Tujuan ilmu da’wah pada umumnya untuk mensyiarkan agama tentang Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Objek Kajian Ilmu Dakwah Yakni Objek MaterialdanObjek Formal.







DAFTAR PUSTAKA

Kusnaawan, Aep, dkk2009.Dimensi Ilmu Da’wah.Bandung: Widya Padjadjaran,
Ilaihi, Wahyu.2010Komunikasi Dakwah. Bandung; PT. Remaja Rosdakarya
Suisyanto.2006.Pengantar FilsafatDakwah.Yogyakarta: Teras


[1] Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 15
5. Ibid, h.16
[3] Suisyanto,Pengantar FilsafatDakwah, (Yogyakarta: Teras, 2006), h. 68
[4] Ibid, 80
[5] Aep Kusnaawan, dkk,Dimensi Ilmu Da’wah,(Bandung: Widya Padjadjaran, 2009 ), h. 109